RiJP

Raharja iLearning Junior Professional

By

Tugas Pertemuan 3 Agama UL111I – Allif pujihanarko

1. Pertanyaan

JAWABLAH PERTANYAAN BERIKUT:

 

  1. APA SAJA YANG TERMASUK SUMBER POKOK HUKUM ISLAM, SEBUTKAN DAN JELASKAN.
  2. SEBUTKAN 4 SUMBER HUKUM ISLAM YANG DISEPAKATI.
  3. SEBUTKAN DAN JELASKKAN MINIMAL 3 HUKUM ISLAM YANG TIDAK DISEPAKATI.
  4. SEBUTKAN 6 MACAM HUKUM ISLAM, DAN JELASKAN SATU DEMI SATU.

2 . Keterangan saya sudah mengerjakan tugas

3. Status 100% terbukti

4. Bukti 

1). 

Islam adalah agama yang sempurna, satu-satunya agama yang ada di sana. baik itu hukum keluarga, muamalat (perdata), jinayat (pembunuhan), murafaat (acara), ketatanegaraan, hukum ekonomi, keuangan, hubungan antar bangsa. Tidak ada masalah yang terjadi dalam kehidupan ini Tanpa ada hukum yang diatur dalam islam.
maka para ulama menggunakan 4 sumber-sumber hukum yang digunakan di dalam islam, yaitu: Al Quran, as Sunnah (hadist), Ijma dan qiyas yang akan kaka jelaskan tercantum di bawah ini
1. Al Quran. Al Quran merupakan firman ALLAH yang diturunkan kepada Rasulullah untuk seluruh umat manusia.Dalam sejarah kehidupan Rasulullah, AL quran ini selesai secara keseluruhan, dan setiap ayat yang turun selalu didukung dengan asbabun nuzul (sebab turunnya ayat) yaitu persitiwa atau pertentangan yang dihapdai Rasulullah dan kaum muslimin. AL quran merupakan sumber hukum utama, jika telah jelas hukumnya di dalam AL Quran maka tidak perlu mencari sumber hukum lain. Dan hukum dalam Al Quran sifatnya kekal dan dapat diagunakan sampai hari kiamat.
Contoh ayat yang turun karena pertanyaan sahabat:

وَيَسْئَلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ قُلِ الْعَفْوَ. (البقرة: ٢١٩)
“Dan mereka meminta kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, ‘Kelebihan (dari apa yang dibutuhkan)’. “(QS. Al-Baqarah / 2: 219)
Contoh ayat yang naik karena masalah:

ولا تنكحوا المشركت حتى يؤمن ولامة مؤمنة خير من مشركة ولو اعجبتكم ولا تنكحوا المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو اعجبكم . (البقرة: ٢٢١)
“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik suka dia menarik hatimu.Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman.Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik laki-laki musyrik sementara dia menarik hatimu. “(QS. Al-Baqarah / 2: 221)

2. Sebagai sunnah / hadis. Sunnah adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pertolongan, tindakan, persetujuan dan cara berpikir Rasulullah Shalallahu Alaihi adalah dirimu yang ditafsirkan oleh para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in hingga para ulama hadis yang tujuh yang dapat dipertanggung jawabkan menurutnya. Hadist digunakan untuk mencari keterangan lebih lanjut dari ayat-ayat quran yang bersifat umum. Untuk melengkapi atau menjelaskan maksud dari ALLAH. Hadist ada yang merupakan kalam Rasulullah, ada yang merupakan kalam ALLAH lewat Rasul atau disebut dengan hadist qudsi.
Contoh keputusan hukum dengan hadist yaitu perintah sholat lima waktu, di AL Quran hanya diperintahkan untuk sholat, namun tidak ada jumlah dan tata cara, kemudian melewati hadist kita tahu cara sholat yang benar-benar sesuai yang diingkan ALLAH Azza Wa Jalla.
3. Ijma, yaitu suatu perjanjian ulama mengeanai suatu perkara jika tidak ditemukan hukumnya yang jelas dalam AL quran dan hadist. Ulama Sampaikan arti ijma Adalah “Kebulatan Pendapat SEMUA Ahli ijtihad Umat Muham-mad, Sesudah wafatnya Pada Suatu Masa, TENTANG Suatu perkara (hukum).”
Ijma DAPAT kumpulan dua, Yaitu ijma Qauli Dan ijma sukuti. Ijma Qauli adalah tempat para ulama berijtihad dengan menentukan suatu hukum dengan lisannya atau tulisan yang menjelaskan tentaang persetujuan akan suatu perkara.Kemudian ijma sukuti adalah diamnya ulama terhapap atas perkara yang telah ditentukan hukumnya oleh mutjahid lainnya. Karena persetujuan.
Urutan hukum yang dipilih melalui ijma adalah sebagai berikut:
a. Khulafaur Rasyidin (4 pemimpin pertama islam), jika tidak ada maka
b. Pendapat imam madzab (sekarang hanya ada 4 yaitu imam syafi’i, maliki, hanbai, hanafi), bila tidak ada
c. Hasil dari ijma ulama yang mutawatir, atau umum digunakan yang sebagian besar ulama diseluruh dunia menyetujuinya. Jangan gunakan opini ahad, atau hanya bisa menggunakan satu orang ulama.
Contoh keputusan dengan ijma adalah keputusan sholat tarawih dalam satu jamaah pada zaman sayiddina umar, dan pembukuan Al quran yang dimulai pada zama sayiidina abu bakar.

2).

Di dalam menentukan hukum fiqih, madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) bersumber kepada empat pokok; Al-Qur’an, Hadits / as-Sunnah, Ijma ‘dan Qiyas. Secara singkat, berimbangnya sebagai berikut;

Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan sumber utama dan pertama dalam mengambil hukum. Karena Al-Qur’an adalah perkataan Allah yang merupakan petunjuk bagi umat manusia dan bantuan untuk berpegangan bagi Al-Qur’an. Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 2; Al-Maidah Ayat 44-45, 47:

Unduh sekarang

<>
“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan meminta petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”. (Al-Baqarah; 2)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُوْلئِكَ هُمُ اْلكفِرُوْنَ

“Dan barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang dibatalkan Allah, maka mereka golongan orang-orang kafir”.

Tentu dalam hal ini yang diselesaikan dengan aqidah, lalu;

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُوْلئِكَ هُمُ الظّلِمُوْنَ

“Dan barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diperoleh Allah maka mereka adalah orang-orang yang dhalim”.

Dalam hal ini urusan yang berkenaan dengan hak-hak sesama manusia

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُوْلئِكَ هُمُ اْلفسِقُوْن َ

“Dan barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diperoleh Allah maka mereka golongan orang-orang fasik”.

Dalam hal ini yang berkenaan dengan ibadat dan larangan-larangan Allah.

Al-Hadits / Sunnah

Sumber kedua dalam menentukan hukum sunnah Rasulullah ٍ SAW. Karena Rasulullah yang berhak menjelaskan dan menuangkan Al-Qur’an, maka As-Sunnah membahas tempat kedua setelah Al-Qur’an. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat an-Nahl ayat 44 dan al-Hasyr ayat 7, sebagai berikut;

وَاَنْزَلْنَا اِلَيْكَ الذِكْرَ لِتُبَيِنَ لِلنَّاسِ مَانُزِلَ اِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَن

“Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan ummat manusia apa yang telah diperoleh orang-orang yang mereka terima”. (An-Nahl: 44)

وَمَاءَاتَكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَانَهكُمْ عَنْهُ فَانْتَهَوْاوَاتَّقُوْااللهَ, اِنالِالالَ

“Apa yang diberikan Rasulullah maka ambillah dia, dan apa yang dikeluarkan bagimu maka dikeluarkanlah dan bertaqwalah kepada Allah, sungguh Allah sangat keras sikapnya”. (Al-Hasyr: 7)

Ayat kedua di atas jelaskan Hadits atau Sunnah menentukan tempat kedua setelah Al-Qur’an dalam menentukan hukum.

Al-Ijma ‘

Yang disebut Ijma ‘adalah kesepakatan para Ulama’ atas suatu hukum setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Karena masa depan Nabi Muhammad SAW Setelah wafatnya Nabi maka hukum dikembalikan kepada para sahabatnya dan para Mujtahid.

Kemudian ijma ‘ada 2 macam:
1. Ijma’ Bayani (الاجماع البياني) adalah semua yang berhubungan
2. Ijma ‘Sukuti (الاجماع السكوتي) adalah sebagian besar Mujtahid yang berkaitan dengan kebijakannya dan ada beberapa tempat lain yang diam, sedang diam menunggu untuk dipertanyakan, karena itu terlalu banyak. atau malu.

Dalam ijma ‘sukuti ini Ulama’ masih berselisih faham untuk menerima, karena setuju dengan sikap diam tidak dapat dipastikan. Sementara ijma ‘bayani telah meminta suatu hukum, wajib bagi umat Islam untuk ikut dan menta’ati.

Karena para Ulama ‘Mujtahid itu termasuk orang-orang yang lebih mengerti dalam maksud yang dikandung oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits, dan mereka yang disebut Ulil Amri Minkum (اولىالامر منكم) Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat An – Nisa ‘ayat: 59

ياأَيُّهَاالَّذِيْنَ أَمَنُوْاأَطِيْعُوْااللهَ وَأَطِيْعُوْاالرَّسُوْلَ وَأُوْلِى َْأأممر

“Hai orang yang beriman ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya dan Ulil Amri di antara kamu”.

Dan para Sahabat pernah melakukan ijma ‘mengembalikan terjadi pada suatu masalah yang tidak ada dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW Pada zaman sahabat Abu Bakar dan sahabat Umar ra jika mereka telah meminta bantuan maka dibutuhkan oleh umat Islam. Inilah beberapa Hadits yang menambah Ijma ‘sebagai sumber hokum, seperti disebut dalam Sunan Termidzi Juz IV hal 466.

اِنَّ اللهَ لاَ يَجْمَعُ اُمَّتىِ عَلىَ ضَلاَ لَةٍ, وَيَدُاللهِ مَعَ اْلَجَماعَةِ

“Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku atas kesesatan dan perlindungan Allah melalui orang banyak.

Selanjutnya, dalam kitab Faidlul Qadir Juz 2 hal 431

Pelajari lebih lanjut tentang fitur-fitur baru

“Sesungguhnya ummatku tidak setuju atas kesesatan maka aku harus melihat perselisihan.

Al-Qiya

Qiyas sesuai bahasanya berarti mengukur, secara etimologi kata itu berasal dari kata Qasa (قا س). Yang disebut Qiyas adalah menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain di dalam hukum karena mewakili sebab di antara keduanya. Rukun Qiyas ada 4 macam: al-ashlu, al-far’u, al-hukmu dan as-sabab. Contoh penggunaan qiyas, contoh gandum, seperti pertanyaan dalam beberapa hadits sebagai pokok (al-ashlu) -nya, lalu al-far’u-nya adalah beras (tidak dimasukkan dalam al-Qur’an dan al-Hadits), al- hukmu, atau hukum gandum itu wajib zakatnya, as-sabab atau alasan hukumnya karena makanan pokok.

Dengan demikian, hasil gandum wajib dikeluarkan zakat, sesuai dengan hadits Nabi, dan begitupun dengan beras, wajib dikeluarkan zakat. Meskipun, dalam hadits tidak dicantumkan nama beras. Namun, karena beras dan gandum itu kedua-duanya sebagai makanan pokok. Di sinilah aspek qiyas menjadi sumber hukum dalam syareat Islam. Dalam Al-Qur’an Allah S.WT. berfirman:

فَاعْتَبِرُوْا يأُوْلِى اْلأَيْصَارِ

“Ambilah ibarat (hai orang-orang yang memiliki pandangan”). (Al-Hasyr: 2)

عن معاذ قال: لما بعثه النبى صلى الله عليه وسلم الى اليمنى قال 😕 تقضى كيف قال اقضى بكتاب الله قال فاءن لم تجد فى كتاب الله? قال فبسنة رسول الله, لم تجد فاءن قال فى سنة رسول الله ولا ى قال اجتهد برأيى ولا الو قال فضرب رسول الله صلى الله عليه وسلم صدره وقال الحمد لله الذى وفق رسول رسول الله لما يرضاه رسول الله. رواه أحمد وابو داود والترمذى.

“Dari sahabat Mu’adz berkata; tatkala Rasulullah SAW mengutus ke Yaman, Rasulullah bersabda tentang bagaimana menentukan sebagaimana tampak kepadamu suatu ketentuan? Mu’adz jawab; saya akan menentukan hukum dengan kitab Allah? Mu’adz jawab; dengan Sunnah Rasulullah s.aw. kemudian nabi bersabda; Jika tidak membawa jumpai dalam Sunnah Rasulullah dan dalam kitab Allah? Mu’adz jawab; saya akan berijtihad dengan pendapat saya dan saya tidak kembali; Mu’adz berkata: Maka Rasulullah memukul dadanya, kemudian Mu’adz berkata; Alhamdulillah yang telah memberikan taufiq kepada utusan Rasulullah SAW dengan apa yang Rasulullah meridlai-Nya.

Kemudian Al-Imam Syafi’i memulihkan pula tentang qiyas dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:

ياأيهاالذين ء امنوا لاتقتلواا لصيدوانتم حرم ومن قتله منكم متعمدا فجزاء مثل ما قتل من النعم لام

“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu membunuh binatang buruan kompilasi kamu sedang ihram, barang siapa diantara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya menghubungkan dengan hewan ternak yang seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, sesuai dengan putusan dua orang yang adil di antara kamu”. (Al-Maidah: 95).

Lebih madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah lebih mendahulukan dalil Al-Qur’an dan Al-Hadits dari pada akal. Maka dari itu madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah mempergunakan Ijma ‘dan Qiyas jika tidak mendapatkan dalil nash yang dibagikan (jelas) dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

1.Al Qur’an, Hadits dan Ijtihad .. Telah menyelesaikan dalam sebuah hadits kompilasi untuk para sahabat nabi yang telah diutus untuk memimpin sebuah kota kemudian dimunculkan oleh Nabi SAW apa yang menjadi dasar untuk hukum, para sahabat menjawab apa yang akan dicari membentuk Al Qur ‘Jika tidak dia akan mencari dalam Hadits dan jika tidak ada di dalam dia akan berijtihad dengan Al Qur’an dan Hadits

2. Di dalam menentukan hukum fiqih, madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) bersumber kepada empat prinsip; Al-Qur’an, Hadits / as-Sunnah, Ijma ‘dan Qiyas. Secara singkat, berimbangnya sebagai berikut;

A. Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan sumber utama dan pertama dalam mengambil hukum. Karena Al-Qur’an adalah perkataan Allah yang merupakan petunjuk bagi umat manusia dan bantuan untuk berpegangan bagi Al-Qur’an. Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 2; Al-Maidah Ayat 44-45, 47:

Unduh sekarang

<>
“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan meminta petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”. (Al-Baqarah; 2)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُوْلئِكَ هُمُ اْلكفِرُوْنَ

“Dan barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang dibatalkan Allah, maka mereka golongan orang-orang kafir”.

Tentu dalam hal ini yang diselesaikan dengan aqidah, lalu;

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُوْلئِكَ هُمُ الظّلِمُوْنَ

“Dan barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diperoleh Allah maka mereka adalah orang-orang yang dhalim”.

Dalam hal ini urusan yang berkenaan dengan hak-hak sesama manusia

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُوْلئِكَ هُمُ اْلفسِقُوْن َ

“Dan barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diperoleh Allah maka mereka golongan orang-orang fasik”.

Dalam hal ini yang berkenaan dengan ibadat dan larangan-larangan Allah.

B. Al-Hadits / Sunnah

Sumber kedua dalam menentukan hukum sunnah Rasulullah ٍ SAW. Karena Rasulullah yang berhak menjelaskan dan menuangkan Al-Qur’an, maka As-Sunnah membahas tempat kedua setelah Al-Qur’an. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat an-Nahl ayat 44 dan al-Hasyr ayat 7, sebagai berikut;

وَاَنْزَلْنَا اِلَيْكَ الذِكْرَ لِتُبَيِنَ لِلنَّاسِ مَانُزِلَ اِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَن

“Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan ummat manusia apa yang telah diperoleh orang-orang yang mereka terima”. (An-Nahl: 44)

وَمَاءَاتَكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَانَهكُمْ عَنْهُ فَانْتَهَوْاوَاتَّقُوْااللهَ, اِنالِالالَ

“Apa yang diberikan Rasulullah maka ambillah dia, dan apa yang dikeluarkan bagimu maka dikeluarkanlah dan bertaqwalah kepada Allah, sungguh Allah sangat keras sikapnya”. (Al-Hasyr: 7)

Ayat kedua di atas jelaskan Hadits atau Sunnah menentukan tempat kedua setelah Al-Qur’an dalam menentukan hukum.

C. Al-Ijma ‘

Yang disebut Ijma ‘adalah kesepakatan para Ulama’ atas suatu hukum setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Karena masa depan Nabi Muhammad SAW Setelah wafatnya Nabi maka hukum dikembalikan kepada para sahabatnya dan para Mujtahid.

Kemudian ijma ‘ada 2 macam:
1. Ijma’ Bayani (الاجماع البياني) adalah semua yang berhubungan
2. Ijma ‘Sukuti (الاجماع السكوتي) adalah sebagian besar Mujtahid yang berkaitan dengan kebijakannya dan ada beberapa tempat lain yang diam, sedang diam menunggu untuk dipertanyakan, karena itu terlalu banyak. atau malu.

Dalam ijma ‘sukuti ini Ulama’ masih berselisih faham untuk menerima, karena setuju dengan sikap diam tidak dapat dipastikan. Sementara ijma ‘bayani telah meminta suatu hukum, wajib bagi umat Islam untuk ikut dan menta’ati.

Karena para Ulama ‘Mujtahid itu termasuk orang-orang yang lebih mengerti dalam maksud yang dikandung oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits, dan mereka yang disebut Ulil Amri Minkum (اولىالامر منكم) Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat An – Nisa ‘ayat: 59

ياأَيُّهَاالَّذِيْنَ أَمَنُوْاأَطِيْعُوْااللهَ وَأَطِيْعُوْاالرَّسُوْلَ وَأُوْلِى َْأأممر

“Hai orang yang beriman ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya dan Ulil Amri di antara kamu”.

Dan para Sahabat pernah melakukan ijma ‘mengembalikan terjadi pada suatu masalah yang tidak ada dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW Pada zaman sahabat Abu Bakar dan sahabat Umar ra jika mereka telah meminta bantuan maka dibutuhkan oleh umat Islam. Inilah beberapa Hadits yang menambah Ijma ‘sebagai sumber hokum, seperti disebut dalam Sunan Termidzi Juz IV hal 466.

اِنَّ اللهَ لاَ يَجْمَعُ اُمَّتىِ عَلىَ ضَلاَ لَةٍ, وَيَدُاللهِ مَعَ اْلَجَماعَةِ

“Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku atas kesesatan dan perlindungan Allah melalui orang banyak.

Selanjutnya, dalam kitab Faidlul Qadir Juz 2 hal 431

Pelajari lebih lanjut tentang fitur-fitur baru

“Sesungguhnya ummatku tidak setuju atas kesesatan maka aku harus melihat perselisihan.

Al-Qiya

Qiyas sesuai bahasanya berarti mengukur, secara etimologi kata itu berasal dari kata Qasa (قا س). Yang disebut Qiyas adalah menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain di dalam hukum karena mewakili sebab di antara keduanya. Rukun Qiyas ada 4 macam: al-ashlu, al-far’u, al-hukmu dan as-sabab. Contoh penggunaan qiyas, contoh gandum, seperti pertanyaan dalam beberapa hadits sebagai pokok (al-ashlu) -nya, lalu al-far’u-nya adalah beras (tidak dimasukkan dalam al-Qur’an dan al-Hadits), al- hukmu, atau hukum gandum itu wajib zakatnya, as-sabab atau alasan hukumnya karena makanan pokok.

Dengan demikian, hasil gandum wajib dikeluarkan zakat, sesuai dengan hadits Nabi, dan begitupun dengan beras, wajib dikeluarkan zakat. Meskipun, dalam hadits tidak dicantumkan nama beras. Namun, karena beras dan gandum itu kedua-duanya sebagai makanan pokok. Di sinilah aspek qiyas menjadi sumber hukum dalam syareat Islam. Dalam Al-Qur’an Allah S.WT. berfirman:

فَاعْتَبِرُوْا يأُوْلِى اْلأَيْصَارِ

“Ambilah ibarat (hai orang-orang yang memiliki pandangan”). (Al-Hasyr: 2)

عن معاذ قال: لما بعثه النبى صلى الله عليه وسلم الى اليمنى قال 😕 تقضى كيف قال اقضى بكتاب الله قال فاءن لم تجد فى كتاب الله? قال فبسنة رسول الله, لم تجد فاءن قال فى سنة رسول الله ولا ى قال اجتهد برأيى ولا الو قال فضرب رسول الله صلى الله عليه وسلم صدره وقال الحمد لله الذى وفق رسول رسول الله لما يرضاه رسول الله. رواه أحمد وابو داود والترمذى.

“Dari sahabat Mu’adz berkata; tatkala Rasulullah SAW mengutus ke Yaman, Rasulullah bersabda tentang bagaimana menentukan sebagaimana tampak kepadamu suatu ketentuan? Mu’adz jawab; saya akan menentukan hukum dengan kitab Allah? Mu’adz jawab; dengan Sunnah Rasulullah s.aw. kemudian nabi bersabda; Jika tidak membawa jumpai dalam Sunnah Rasulullah dan dalam kitab Allah? Mu’adz jawab; saya akan berijtihad dengan pendapat saya dan saya tidak kembali; Mu’adz berkata: Maka Rasulullah memukul dadanya, kemudian Mu’adz berkata; Alhamdulillah yang telah memberikan taufiq kepada utusan Rasulullah SAW dengan apa yang Rasulullah meridlai-Nya.

Kemudian Al-Imam Syafi’i memulihkan pula tentang qiyas dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:

ياأيهاالذين ء امنوا لاتقتلواا لصيدوانتم حرم ومن قتله منكم متعمدا فجزاء مثل ما قتل من النعم لام

“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu membunuh binatang buruan kompilasi kamu sedang ihram, barang siapa diantara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya menghubungkan dengan hewan ternak yang seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, sesuai dengan putusan dua orang yang adil di antara kamu”. (Al-Maidah: 95).

Lebih madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah lebih mendahulukan dalil Al-Qur’an dan Al-Hadits dari pada akal. Maka dari itu madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah mempergunakan Ijma ‘dan Qiyas jika tidak mendapatkan dalil nash yang dibagikan (jelas) dari Al-Qur’an dan As-Sunnah .

3) .

Al Qur’an, Hadits dan Ijtihad .. Telah menyelesaikan dalam sebuah hadits kompilasi di mana para nabi yang telah diutus untuk memimpin sebuah kota kemudian dimunculkan oleh Nabi SAW apa yang menjadi dasar untuk menentukan hukum, lawan menjawab apa yang akan ia cari membentuk Al Qur ‘ jika tidak dia akan mencari di dalam Hadits dan jika tidak ada di dalam dia akan berijtihad dengan Al Qur’an dan Hadits

4).

Macam-Macam Hukum Dalam Islam
1. Wajib (Fardlu)
Wajib adalah perkara yang harus dilakukan oleh seorang muslima yang telah dewasa dan waras (mukallaf), di mana jika dikerjakan mendapat pahala dan jika sudah akan mendapat dosa. Contoh: solat lima waktu, pergi haji, membeli zakat, dan lain-lain.

Wajib terdiri atas dua jenis / macam:
– Wajib ‘ain adalah suatu hal yang harus dilakukan oleh semua orang muslim mukalaf seperti sholah fardu, puasa ramadhan, zakat, haji jika tersedia dan dapat disediakan-disediakan.
– Wajib Kifayah adalah perkara yang harus dilakukan oleh muslim mukallaff namun jika sudah ada yang malakukannya maka menjadi tidak wajib lagi bagi yang lain seperti yang digunakan jenazah.

2. Sunnah / Sunnah
Sunnat adalah tempat perkara yang dilakukan umat Islam akan mendapat pahala dan jika tidak dilakukan tidak berdosa. Contoh: sholat sunnat, puasa senin kamis, solat tahajud, pemecahan jenggot, dan lain sebagainya.
Sunah terbagi atas dua jenis / macam:
– Sunah Mu’akkad adalah sunnah yang sangat disukai Nabi Muhammad SAW seperti shalat ied dan shalat tarawih.
– Sunat Ghairu Mu’akad adalah sunnah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW seperti puasa senin kamis, dan lain-lain.

3. Haram
Haram adalah suatu perkara yang mana TIDAK BOLEH sama sekali dilakukan oleh umat Islam di mana pun mereka terjadi karena dilakukan akan mendapat dosa dan siksa di neraka kelak. Contohnya: main judi, minum minuman keras, zina, durhaka pada orang tua, riba, membunuh, fitnah, dan lain-lain.

4. Makruh
Makruh adalah perkara yang direkomendasikan tidak dilakukan tetapi dilakukan tidak berdosa dan jika disetujui akan mendapat pahala dari Allah SWT. Contoh: posisi makan minum berdiri.

5. Mubah (Boleh)
Mubah adalah perkara yang harus dikerjakan seorang muslim mukallaf tidak akan mendapat dosa dan tidak mendapat pahala. Contoh: makan dan minum, belanja, bercanda, melamun, dan lain sebagainya.

Macam-Macam Hukum Dalam Islam
1. Wajib (Fardlu)
Wajib adalah perkara yang harus dilakukan oleh seorang muslima yang telah dewasa dan waras (mukallaf), di mana jika dikerjakan mendapat pahala dan jika sudah akan mendapat dosa. Contoh: solat lima waktu, pergi haji, membeli zakat, dan lain-lain.

Wajib terdiri atas dua jenis / macam:
– Wajib ‘ain adalah suatu hal yang harus dilakukan oleh semua orang muslim mukalaf seperti sholah fardu, puasa ramadhan, zakat, haji jika tersedia dan dapat disediakan-disediakan.
– Wajib Kifayah adalah perkara yang harus dilakukan oleh muslim mukallaff namun jika sudah ada yang malakukannya maka menjadi tidak wajib lagi bagi yang lain seperti yang digunakan jenazah.

2. Sunnah / Sunnat
Sunnat adalah tempat perkara yang dilakukan umat Islam akan mendapat pahala dan jika tidak dilakukan tidak berdosa. Contoh: sholat sunnat, puasa senin kamis, solat tahajud, mengatasi jenggot, dan lain sebagainya.
Sunah terbagi atas dua jenis / macam:
– Sunah Mu’akkad adalah sunnah yang sangat disukai Nabi Muhammad SAW seperti shalat ied dan shalat tarawih.
– Sunat Ghairu Mu’akad adalah sunnah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW seperti puasa senin kamis, dan lain-lain.

3. Haram
Haram adalah suatu perkara yang mana TIDAK BOLEH sama sekali dilakukan oleh umat Islam di mana pun mereka terjadi karena dilakukan akan mendapat dosa dan siksa di neraka kelak. Contohnya: main judi, minum minuman keras, zina, durhaka pada orang tua, riba, membunuh, fitnah, dan lain-lain.

4. Makruh
Makruh adalah perkara yang direkomendasikan tidak dilakukan tetapi dilakukan tidak berdosa dan jika disetujui akan mendapat pahala dari Allah SWT. Contoh: posisi makan minum berdiri.

5. Mubah (Boleh)
Mubah adalah perkara yang harus dikerjakan seorang muslim mukallaf tidak akan mendapat dosa dan tidak mendapat pahala. Contoh: makan dan minum, belanja, bercanda, melamun, dan lain sebagainya.

Leave a Reply